Senin, 03 Juni 2013

Lebih Bangga Jadi Petani

SARJANA INSTITUT TEKNOLOGI TEKSTIL BANDUNG INI LEBIH MEMILIH JADI PETANI KETIMBANG JADI PEGAWAI KANTORAN. LEWAT KELOMPOK PETANI TANI MEKAR JAYA, DONO MULYONO ISKANDAR MEMBAGI ILMU AGROBISNIS KEPADA SEMUA ORANG, TERMASUK PARA PENSIUNAN.
clip_image002
Siapa bilang setelah pensiun tidak lagi produktif?Penilaian seperti itu ditepis puluhan pensiunan PT Indosat Tbk. Di Kampung Paniisan, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, puluhan pensiunan perusahaan telekomunikasi itu justru sibuk menggeluti profesi barunya, sebagai petani cabe paprika. Bahkan, ketika acara panen paprika tiba, beberapa petinggi Indosat menyempatkan diri hadir di lahan yang dimiliki Kelompok Usaha Tani Mekar Tani Jaya ini.
Para pensiunan Indosat bukan satu-satunya kelompok yang menyempatkan diri belajar agrobisnis di sana. Di lahan pertanian kelompok tani pimpinan Doyo Mulyo Iskandar tersebut, puluhan pekerja kantoran lainnya yang sudah memasuki masa pensiun, juga belajar mengelola pertanian yang baik, mulai dari teknik pengolahan, teknik pembuatan persemaian, teknik pembuatan bokasi, sampai materi peluang usaha di sektor pertanian dan strategi bisnis dengan pola kemitraan.
“Kalau peserta sudah bisa menyemai dan ada hasilnya berarti sudah lulus,” kata Doyo.Menurut lelaki kelahiran 1962 ini pihaknya terbuka kepada siapa saja yang serius ingin menekuni dunia pertanian, namun tidak punya uang, “saya siap mendidik mereka dan bertani disini,” sambung Doyo yang hampir setiap pekan pergi berkeliling dari desa ke desa, membagi ilmu serta pengetahuan soal pertanian dan pemasaran produk pertanian dengan mengunjungi langsung petani di desanya.
Doyo nampaknya bukan seperti penyuluh pertanian biasa. Bersama kelompok tani yang dipimpinnya, boleh dibilang mereka kini sudah menjadi petani modem. Sebagian besar anggota kelompok tani tersebut menanam sayur-mayur, sebab komoditas inilah yang lama ini menyejahterakan anggota yang berjumlah lebih dari 500 orang. Produk unggulan Kelompok Tani Mekar Tani Jaya, seperti paprika, strawberry dan tomat bit sudah punya pasar sendiri, yaitu supermarket-supermarket besar di Jakarta, Bandung dan sekitarnya. Ada pula yang dikirim ke Surabaya, bahkan diekspor ke Singapura.
Mempunyai lahan 1,3 hektare yang ditanami berbagai sayuran—dia juga menggarap lahan lain dengan cara menyewa—sebenarnya sudah cukup bagi Doyo Iskandar untuk menjadi petani berdasi. Tetapi Doyo mengaku tidak mau mengkhianati profesinya sebagai petani, meskipun pendidikan formalnya bukan pertanian. Doyo adalah sarjana lulusan dari Sekolah Tinggi Tekstil Bandung tahun 1986. Setahun setelah lulus dari perguruan tinggi itu, dia lebih memilih jadi petani.
Berkaca pada kehidupan ibunya, Doyo pun menguatkan diri berusaha di bidang pertanian waktu keluarganya tidak mendukung. “Mereka sering bilang, buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau tetap jadi petani,” ucap Doyo.
Jalan bagi kesuksesan Doyo mulai terbuka saat Isak, pemuda di desanya, disekolahkan ke Jepang untuk mempelajari teknologi budaya pertanian hortikultura. Sepulang dari pendidikan itu kemudian banyak ilmu tentang pertanian yang dia tularkan kepada petani setempat.
Doyo pun memberanikan diri belajar pada tahun 1996. Dia bekerja di lahan pertanian milik Isak yang sukses membudidayakan berbagai jenis komuditas sayur. Sepulang bekerja di pertanian sayur milik teman sekampungnya itu Doyo harus mengurus kebunnya sendiri.
Di perusahaan pertanian Isak, Doyo belajar mengenal komoditas hortikultura yang diminati pasar. Ia belajar dari mulai dari menyangkut penanaman, pengepakan, pengiriman barang, bahkan hingga mencari pasar untuk produknya. Di perusahaan pertanian tersebut Doyo dipercaya menjadi manajer produksi.
Setelah dianggap mampu mandiri, atasannya memberi kesempatan kepada Doyo untuk mengembangkan usahanya serta membagi ilmu kepada petani lain di desanya. Kepercayaan diri Doyo makin tumbuh ketika ia mendapat pelatihan tentang standar mutu produk yang dilakukan Pemerintah Australia di desanya.
Lewat kelompok tani pula Doyo berhasil meyakinkan pemuda desa bahwa pertanian bukan hanya”mainan” orang tua. Setiap tahun ia memberangkatkan sejumlah remaja untuk belajar pertanian modern di Jepang atau Australia. Sementara itu, bagi pemuda yang cuma bermodalkan otot, kelompok tani juga menyediakan peluang pekerjaan di lahan pertanian ataupun gudang pengepakan.
Di luar itu, saat ini kelompok usaha taninya menjadi tempat acuan para karyawan yang memasuki masa pensiun dan berniat menjadi entrepreneur di bidang agrobisnis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar