Banjarmasin (ANTARA News)- Hampir setiap buah rumah di lokasi pemukiman sentra perkebunan karet rakyat Desa Panggung dan Inan Kecamatan Paringin Selatan, Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan terpampang antena prabola.

Padahal, satu dasawarsa lalu kawasan itu masih terlihat banyak tali temali dawai sebagai alat memperkuat antena radio.

Begitu pula di banyak halaman rumah kawasan setempat terparkir aneka jenis mobil dan kendaraan roda dua aneka merk, padahal sebelumnya memiliki sebuah sepeda pun, sudah dinilai sebagai orang yang terbilang kaya.

Perubahan drastis gaya hidup warga yang berada di kaki Pegunungan Meratus tersebut terjadi setelah begitu banyak warga kian serius menggeluti perkebunan karet, dan menyulap wilayah padang alang-alang, semak belukar, gunung gundul menjadi sebuah hamparan hijau pohon karet.

Apalagi teknologi budidaya tanaman karet dari varietas kampung ke karet varietas unggul kian dikuasai, membuat warga setempat kian ketagihan menggeluti usaha yang tidak memerlukan investasi mahal dan memeras otak tersebut.

"Warga kami sekarang tidak lagi merasa rendah diri dengan orang-orang yang datang dari  kota, atau mereka yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), karena kalau diukur tingkat penghasilan kami sudah bisa mengimbangi," kata Pak Duar tokoh warga Inan dalam perbincangan dengan penulis.

Menurut, Duar kalau dulu bila ada orang berbaju seragam PNS maka warga desa banyak yang merasa minder bergaul, karena dinilai PNS kelompok warga yang sejahtera, sementara petani karet dinilai kelompok warga yang miskin.

Tetapi sekarang sudah tidak memandang lagi sebuah atribut PNS atau petani karet tetapi yang dinilai adalah isi kantong, tebal atau tipis, kata Duar sambil tersenyum seraya menepuk-nepuk sakunya.

Didampingi beberapa warga lain dalam obrolan saat menghadiri acara perkawinan Minggu (15/7) lalu di desa tersebut, Duar menyebutkan perubahan tersebut terjadi setelah harga karet alam terus membaik dan bertani jenis komoditi tersebut tak pernah tergerus sebuah resesi ekonomi, baik resesi ekonomi nasional maupun resesi ekonomi global.

Bahkan saat nilai rupiah anjlok ke tingkat paling rendah terhadap nilai Dolar AS di saat itu pula harga karet justru melambung melebihi harga komoditi-komoditi lain, sebab karet adalah komoditi ekspor yang harga jualnya dihitung dengan nilai mata uang Dolar AS.

Seperti masa transisi pemerintahan orde baru ke reformasi dulu dimana nilai rupiah anjlok warga setempat malah menikmati membaiknya harga karet, kata warga lain menambahkan.

Melihat kenyataan tersebut, maka banyak warga bukan saja di dua desa itu tetapi hampir seluruh kawasan Kabupaten Balangan, bahkan warga kabupaten lain di Kalimantan Selatan berlomba berkebun karet.

Pohon karet varietas kampung yang tua ditebang dikonversi dengan karet varietas unggul yang tingkat produksinya besar, lahan terlantar digarap menjadi lahan karet, dan nyaris tak ada lagi lahan yang tak bernilai.

Bahkan pula lahan-lahan yang tadinya dianggap marginal, seperti rawa, lereng gunung, dan lahan kering pun semuanya diperebutkan untuk perluasan tanaman yang memproduksi bahan baku ban kendaraan bermotor tersebut.

Kepala Desa Panggung, Iyus menuturkan kegairahan berkebun karet tersebut membuat warga desanya tak sungkan lagi bertanya mengenai cara berkebun karet kepada para penyuluh pertanian, atau kepada mereka yang mengerti tentang karet.

Akibat dari usaha tersebut tak sedikit produksi karet setempat yang terus membaik karena ada satu varietas unggul yang mampu memproduksi lateks satu liter per pohon per hari.

"Bisa dibanyakkan, seandainya warga memiliki seratus pohon saja maka sudah mampu memproduksi seratus liter lateks, kalau dibekukan sudah menjadi puluhan kilogram karet jenis lum, kalau dijual karet lum dengan harga Rp10 ribu saja per kilogramnya maka sudah berapa hasil yang diperoleh petani setiap hari," tuturnya.

Kegairahan petani tersebut telah terjadi sejak satu dasawarsa belakangan ini, hal itu mereka pun terus berkebun, apalagi harga kebun karet terus membumbung.

Satu hektare kebun karet dengan jumlah 350 pohon sekarang sudah senilai Rp100 juta, bahkan kalau bibit karet yang ditanam kualitasnya lebih baik lagi, artinya yang mampu memproduksi satu liter per pohon maka harganya akan lebih mahallagi.

Padahal menjadikan sebuah kebun dari persiapan lahan pembibitan hingga pohon bisa dipanen hanya menelan waktu empat tahun saja.

Oleh karena itu bila seorang petani memiliki kebun beberapa buah kalau hendak memiliki sebuah mobil, cukup dengan menjual satu kebun saja maka sudah bisa membeli mobil.

Apalagi sekarang banyak orang kaya di kota yang ingin berinvestasi ke kebun karet, sehingga bila ada yang ingin menjual kebun banyak yang ingin membelinya.

Oleh karena itu ada anggapan menanam sebatang pohon karet berarti sama dengan menanam sebatang "pohon duit."

Semakin mahal harga karet semakin menikmati hasil yang diperoleh petani karet, dan sebelumnya harga karet pernah menyentuh Rp16 ribu per kilogram di saat itu pula petani karet menikmati usaha mereka dengan cara terus menabung kemudian membeli berbagai keperluan seperti mobil, sepeda motor, prabola, televisi besar dan pakaian bagus, sebagai layaknya warga kota.

Menikmati hidup dengan kebun karet tersebut banyak dirasakan masyarakat di provinsi ini,karena kebun karet merata di 13 kabupaten/kota kecuali di Kota Banjarmasin, Banjarbaru, dan Barito Kuala.

Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Kalsel, sampai dengan saat ini Luas areal tanaman karet di Kalimantan Selatan mencapai 182.527 Hektare.

Luasan tersebut terdiri dari perkebunan Rakyat 182.527 Hektare dengan produksi 113.250 ton, Perkebunan Besar Swasta (PBS) 13.168 hektare dengan produksi 11.753 ton dan Perkebunan Besar Negara (PBN) 14.545 hektare dengan produksi 7.590 ton per tahun.

Kendati sekarang harga karet turun tidak menyurutkan warga untuk terus menggeluti usaha tersebut, karena mereka yakin berdasarkan pengalaman karet termasuk komoditi yang fluktuasi harga begitu sering terjadi dan diyakini harga tersebut akan kembali membaik.



Potensi besar

Pengamat ekonomi nasional Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo saat berada di Banjarmasin pun memastikan harga karet akan tetap membaik di kemudian hari.

Kepastian tersebut mengingat kebutuhan karet internasional tahun mendatang masih cukup besar, sehingga pemerintah harus bisa mengambil peran membantu petani memelihara produksi karet nasional.

Menurut Harinowo saat menjadi pembicara pada seminar di kantor Bank Indonesia Banjarmasin, Senin (16/7) pemerintah harus berani membeli karet petani pada saat harga karet anjlok seperti saat ini.

"Fungsinnya seperti Bulog, yaitu melakukan pembelian beras petani pada saat harga di pasaran anjlok, begitu juga halnya dengan karet," katanya.

Dengan demikian, kata dia, pada saat harga karet kembali beranjak naik, pemerintah bisa kembali menjual dengan harga pasaran atau minimal sama dengan pembelian harga karet ke petani.

Sehingga tambah Harinowo, stabilitas harga karet dan produksi petani bisa terjaga, kendati harga karet sedang dalam kondisi turun atau anjlok.

Hal tersebut dilakukan mengingat fluktuasi harga karet cukup besar, sehingga petani karet harus dilindungi sebagaimana petani beras.

Menurut Harinowo, kebutuhan karet internasional masih akan cukup besar, seiring dengan pertumbuhan industri mobil yang terus menggeliat.

Berdasarkan data, kata dia, pada 2012 ini saja produksi mobil meningkat hingga delapan persen menjadi 70 juta unit.

Pertumbuhan prouduksi mobil tersebut, tambah dia, akan beriringan dengan pertumbuhan produksi ban yang bahan baku utamanya tetap harus menggunakan karet alam, kendati saat ini industri karet sintetis juga cukup besar.

"Karet alam masih akan dibutuhkan sampai kapanpun karena tidak mungkin pembuatan ban seratus persen menggunakan karet sintetis," katanya.

Sedangkan negara dengan produksi karet terbesar hanya ada tiga yaitu, Thailan, Indonesia dan Malaysia.

Dengan demikian, kata dia, prospek pasar karet Indonesia sangat besar tinggal upaya pemerintah untuk terus mendorong masyarakat memanfaatkan karet bibit unggul dan program-program peningkatan kualitas yang harus terus digalakkan.

Yang penting pula bagaimana kegairahan petani yang sudah tumbuh dan berkembang di sentra-sentra kebun karet untuk memperluas kebun mereka.

Sebagaimana diketahui, saat ini harga karet alam anjlok dari sebelumnya Rp16 ribu per kilogram menjadi Rp6 ribu hingga Rp7 ribu per kilogram, kondisi tersebut sangat memukul bila tidak ada penanganan yang serius dari pemerintah.